Minggu, 06 November 2011

Ada perigi "MAS" di Booi

Berbicara "perigi" (sumur), dimana-mana punya bentuk yang sama. Dan fungsi dibangun atau digali sebuah perigi juga punya fungsi yang sama pula. Yaitu sebagai tempat menimbah air, untuk kebutuhan minum atau juga mencuci bagi manusia.

         Kali ini saya ingin memperkenalkan sebuah tradisi di Maluku (Lihat; Maluku Tengah, dan sebagai contohnya di negeri Booi), yang hampir dimiliki oleh semua lapisan masyarakat di Maluku (yaitu setiap masyarakat yang berada di negeri-negeri di pulau Lease). Berangkat dari posting saya kali yang melihat ada keunikan dari perigi (sumur), dan di semua negeri di pulau Lease, tentunya memiliki lebih dari satu perigi (sumur), sehingga untuk menandai setiap perigi tersebut, masyarakat setempat kemudian memberikan nama atasnya.

            Sebagai contoh di negeri Booi, ada memiliki enam (7) buah negeri, dan dibagi dalam dua (2) kategori yaitu perigi tua, dan perigi baru (muda). Yaitu empat (4) buah perigi tua (perigi yang berusia di atas 80 tahun), inilah nama-namanya; Perigi Mas, Perigi Pohong Liang, Perigi Benteng (perigi ini tidak lagi dipakai, karena letaknya di tengah hutan, disekitar dusung "BENTENG"), dan Perigi Raja (perigi tertua, dan usianya diatas 200 tahun). Dan tiga (3) buah lainnya yaitu perigi baru, yang usianya di bawah 10 tahun. Yaitu perigi baru, perigi pohong gayang, dan perigi pohong langsa.
            
          Secara historis dalam setting kehidupan masyarakat tradisional di Maluku, tidak an sich pemberian nama atas tempat-tempat tertentu sebagai tanda untuk menandai, tetapi jauh dari pada itu lewat tempat-tempat, atau benda-benda yang diberi nama, kemudian melekat di dalamnya sebuah mithos atau legenda yang membuktikan ciri khas dari tempat atau benda masing-masing atas keunikannya, serta kekuatannya yang berbeda-beda pula.

            Sebagai contoh dapat saya temukan di negeri Booi, di "perigi benteng" memang tidak ada yang istimewah ketika mendengar nama perigi benteng (karena memang terletak di daerah petuanan/dusun yang bernama "Benteng"). Akan tetapi dalam pengakuan masyarakat yang berlangsung dari generasi ke genarasi, perigi benteng dahulu ada karena sebuah kisah; dimana seorang kapitang/panglima perang asal Sawahil (negeri lama dari orang Booi), dengan seekor anjingnya (Malessi-nya/asisten) setelah pulang membantu sebuah peperangan di Ihamahu; dan hampir tiba di wilayah Sawahil, anjingnya hampir meninggal karena kehausan. Maka sang kapitang menikam tombaknya di tanah dimana ia berdiri, maka keluarlah air, dan anjingnya dapat minum dari air itu. Nama kapitang tersebut kapitang Ritawaemahu. 

             Dalam cerita lainnya, setiap perigi tua yang ada di negeri Booi, dahulu di percaya oleh masyarakat negeri memiliki penjaganya (sejenis roh-roh penjaga yang berwujud manusia) masing-masing. Sehingga tidak sembarangan masyarakat memperlakukan perigi-perigi tersebut, dengan sesuka hati (dalam artian masyarakat akan selalu menghormati dan menghargai perigi tersebut dan menjaga selalu kebersihannya). Dan setiap tahunnya ada Masohi (gotong royong) dari seluruh masyarakat negeri Booi melakukan pembersihan perigi yang dikenal dengan nama (Cuci parigi).

             Ada sebuah pengakuan dari seorang anggota masyarakat negeri Booi, disuatu waktu ia pernah menyaksikan "perigi raja" mengeluarkan airnya sampai penuh, dan akhirnya tumpah keluar, dan hal itu terjadi pada suatu malam, ketika ia (saksi) sementara berjalan dengan tidak sengaja melewati perigi raja menuju ke rumahnya yang berada di ujung negeri bagian pantai. Dan cerita ini cukup menggemparkan masyarakat saai itu, setelah mendengar kesaksian dari saksi mata tersebut. Jadi berangkat dari posting kali ini saya ingin memberikan suatu pengertian lain, bahwa pemberian nama pada suatu tempat, benda, memiliki artian ganda dan hal ini yang berlaku di dalam setting kehidupan orang Maluku.


        Kemudian, berbicara tentang perigi-perigi di negeri Booi, saya juga baru menelusuri pengertian di balik sebuah perigi di negeri Booi, yang mampu menarik perhatian banyak orang, ketika mengetahui ada sebuah Perigi Mas (namanya), di negeri Booi. Terlintas pemahaman setiap orang kalau di perigi itu pasti ada mas-nya. Dan memang betul, ada mas di Booi dan tepatnya di perigi tersebut. Yaitu "Mas" dalam makna kiasan, "Mas" yang berasal dari kependek nama belakang seorang guru yang pernah bertugas di negeri Booi, sekitar di awal tahun 1930.Nama beliau adalah bapak guru Z. MASPAITELLA.  Beliaulah orang yang berinisiatif untuk menggali sebuah perigi untuk kebutuhan keluarga beliau dan juga kebutuhan keluarga sekitar. Maka nama perigi tersebut di beri nama "Perigi Mas" (di ambil dari kependekkan nama belakang MASPAITELLA). Dan sampai sekarang nama perigi itu masih disebut oleh orang Booi dengan nama "Perigi Mas" dan perigi tersebut sudah berumur 81 tahun, dapat anda lihat di gambar disamping ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.



sumber dari; MALE

Lebih dari sekendar tanda; "TRAP-TRAP"

Mengungkapkan sesuatu yang berarti dari masyarakat negeri Booi, maka dalam posting kali ini saya menampilkan bagi pembaca blog BB, suatu mahakarya dari suatu kelompok masyarakat Maluku yang menata negerinya dengan "trap-trap" (Undak-undak) yang telah terkenal semenjak dahulu di pulau Saparua.

Keunikan negeri Booi, sesungguhnya terletak pada trap-trap, yang tertata rapi bukan hanya pada ruas jalan rayanya saja, tetapi ada di seluruh jalan-jalan setapak yang saling terhubung. Bagi yang belum pernah berkunjung di negeri Booi, beta mencoba memberikan referensi bagi anda sekalian, bahwa pada ruas jalan utama di negeri Booi ada 536 (lima ratus tiga puluh enam) buah trap-trap (undak-undak), yang akan anda temukan.  Mulai dari anda memasuki negeri Booi, sampai anda tiba di ujung negeri Booi bagian pantai.

Mekanisme perhitungan trap-trap ini, saya lakukan hanya pada ruas jalan utama saja, sedangkan pada seluruh jalan setapak masih banyak yang tidak dihitung, atapun trap-trap yang menghubungkan setiap rumah dari ruas jalan utama, atau ruas jalan setapak. Berarti anda bisa membanyangkan berapa banyak total dari trap-trap yang ada di Booi. Dan fakta inilah yang menempatkan negeri Samahu Amanolatu (Negeri Booi) sebagai salah satu negeri terfavorit untuk di kunjungi oleh wisatawan, disamping penataan negeri yang terkenal simentris dan eksotis. [BB]

Sabtu, 03 September 2011

Hari Dominggu; khusus makan NASI

Hari dominggu (baca: Minggu) hari istirahat. Hari ini memang bawaannya penuh keunikan tersendiri dalam sejarah hidup orang Nasarani (Sarane/Kristen) di Maluku semenjak dahulu kala. Selain dikhususkan untuk beribadah pesekutuan jemaat di Gereja, hari ini pula akan disusul dengan beragam ibadah lainnya, mulai dari Sekolah Minggu (SMTPI), Angkatan Muda (AMGPM), atau Ibadah yang lainnya (pokoknya disesuaikan dengan pengaturan tiap jemaat masing-masing di negeri-negeri).
Kembali ke hari dominggu, ada keunikan-keunikan lain, ketika dahulu saya pernah mendengar cerita dari kedua orang tatua ini; almarhum Paulus Pattiasina (Tete Pau) dan almarhum Fredrik Lesilolo (Tete Pede) tepat pada hari dominggu seperti ini; mereka berdua seakan hendak membagi pengalaman kepada saya kala itu,  bahwa beberapa keunikan dari hari dominggu dalam konteks masyarakat negeri Booi; semenjak dahulu sangat dirasakan hingga kini (walaupun tidak semua nuansa dengan nilainya itu, masih bertahan higga kini).

Memang hari dominggu sebagaimana dalam pandangan iman kristiani hari dominggu adalah hari sabbat, maka dari itu semua orang tatua benar-benar mengindahkan hari dominggu dengan cara-cara yang konkrit, yaitu tidak bepergian ke hutan atau ke laut untuk mencari nafkah, jika hal itu dilakukan pasti akan mengudang celaka atas pribadinya (sebab banyak fakta yang telah membuktikan hal tersebut). Demikian resume pembicara kala itu, dan mencoba saya mengingat-ingatnya  kembali dan mempostingnya kembali secara garis besar bagi anda pembaca Blog "BB".

Bukan hanya itu, di hari Dominggu juga punya arti sosial yang lain dalam tatanan hidup orang basudara di negeri Booi pada jaman "Tempoe doloe" (Djadoel). Menurut mereka berdua, lazimnya pada hari dominggu semua orang saling berkunjung ke rumah saudaranya yang terdekat untuk sekedar silahturahmi, atau sekedar mendiskusikan beragam hal, seperti perencanaan kerja yang bersifat keluarga, atau bahkan sampai bersifat umum sekalipun. Intinya hari dominggu benar-benar dipakai dalam kaitannya membangun komunikasi dan konsolidasi internal antar keluarga bahkan lintas keluarga (yang tidak memiliki hubungan geneologis) sekalipun.

Keunikan berikutnya,  di hari dominggu dalam kaitan dengan tradisi memasak makanan untuk keluarga, dimana setiap keluarga kelas bawah, dan menengah, di jaman tempoe doloe adalah waktu yang telah ditentukan atau sudah dijadwalkan khusus untuk makan NASI, sebab beras jaman dulu masih cukup langkah di peroleh. Sebab hakekatnya orang Maluku makanan pokonya adalah "sagu", yang kemudian dapat diolah dalam beragam bentuk makanan, bisa menjadi "Papeda", menjadi "sagu bakar", "Embal", atau penganan lain yang biasa disebut oleh orang Maluku tempoe doloe yaitu "Karkaru" atau "Sinoli". Sehingga ketersediaan makanan setiap hari, mulai dari hari senin sampai dengan hari sabtu masih bisa diisi dengan jenis makanan-makanan diatas, apa lagi kalau diselingi pula dengan masakan umbi-umbian, atau ketelah pohon (Kasbi); itu berarti masuk akal juga (menurut saya, ketika mendengar cerita kedua orang tua ini) kalau di hari minggu adalah hari spesial makan Nasi.

Adalagi yang lebih menarik di hari dominggu ini, ketika mereka berdua mencoba menghitung nama-nama orang tatua yang umurnya sedikit di atas mereka, (yang saya ingat hanya satu nama dari sekian banyak nama yang mereka coba hitung satu per satu, Tete Mako Pattiasina namanya, karena sempat saya mengenal tete Mako sebelum ia meninggal dunia itupun saya masih berumur sekitar 4-5 tahunan) dan setelah diceritakan oleh mereka berdua, ternyata di jaman tempoe dolo di Negeri Booi, setiap hari dominggu adalah hari special untuk orang laki-laki bertanding permainan kartu, mulai dari permainan "kartu gaplek", "kartu trup" sampai yang menghebohkan ialah permainan "kartu dert. Sebab kehebohan jenis permainan kartu yang satu ini (kartu dert), sangat menarik perhatian orang banyak.

Bagaimana tidak menarik perhatian orang banyak?? dulu saya pernah menyaksikan sendiri oom-oom (paman), atau kakak-kakak saya bermain kartu "dert" (walaupun cara bermainnya saya tidak mengerti), sementara keasikan menonton mereka bermain saya kaget dengan tiba-tiba, karena ada suara menggelegar besar, berteriak "DERT...!!!!!!!" sambil menumbuk meja dengan sekeras-kerasnya, dan disertai dengan tertawa bahagia yang besar pula dari sesama pasangan yang berteriak dert tadi, huft......!!! saya jadi bingung, tapi itulah mereka (yan bermain Dert) sangat mengerti dan menikmati permainan kartu mereka itu. Sehingga saya kemudian bisa memahami betul bahwa Almarhum tete Mako dan rekan-rekan sejawatnya (sebagaimana diceritakan ulang oleh mereka berdua) adalah orang-orang yang sudah terkenal di negeri Booi sebagai pemain Dert yang hebat.

Ada lagi satu hal unik lainnya dari sekian banyak cerita saat itu, yang bisa saya ingat-ingat kembali (dari pembicaraan kami saat itu), untuk menambah referensi anda. Yaitu cara meminum alkohol ala orang tatua, yang berbeda dengan cara anak muda saat itu (saat dimana pembicaraan itu terjadi, kurang lebih tahun 1996-1998), dan terlebih lagi bila dibandingkan dengan cara anak muda di masa kini tentunya.

Menurut tete Pede, dahulu orang tatua jika harus memium alkohol, yaitu pada saat hendak makan atau sesudah makan, dan jika harus meminum alkohol untuk bersukacita, di hari dominggu inilah, pada saat mereka (orang tatua berkumpul untuk berdiskusi satu dengan lainnya) mulai membentuk suatu grup kecil, yang terdiri mulai dari 3-5 orang atau lebih, dan kemudian mereka biasanya memakai takaran satu botol "Bols" (ukurannya berisikan kira-kira 2 liter) berisi minuman "Sopi" dengan satu gelas "sloki" (gelas berukuran mini) sebagai takaran bersama. Dan uniknya isi sopi satu botol bols kurang lebih 3-5 jam baru habis isinya. berbeda halnya dengan pemuda generasi sekarang, jika ada uang, 1 cerigen (lihat: wadah yang terbuat dari plastik, untuk mengisi 5 liter minyak Bimoli) bisa dihabiskan hanya dalam jangka waktu kurang dari 120 menit.

Demikianlah cerita ulang dari saya kepada anda sekalian pembaca blog "BB", semoga bermanfaat dan mohon maaf, jika didalam cerita ini ada penyebutan nama-nama yang keliru, saya mohon dikonfirmasi kembali. Sekali lagi semoga bermanfaat tulisan ini, demi membangun kembali ikatanan emosional kita bersama sebagai orang basudara, lebih khusus putra-putri Samahu Amanolatu.[BB]


TABEA...!!!

SAMAHU

DI TRAP-TRAP SAMAHU BETA,  SAMAHU ALE DI TRAP-TRAP.

DIKENAL, TERKENAL, DI TRAP-TRAP SAMAHU BETA SAMAHU ALE.

HIDOP, MATI, DI TRAP-TRAP SAMAHU BETA SAMAHU ALE.

BADIRI, DUDU, DI TRAP-TRAP SAMAHU BETA SAMAHU ALE.

BALARI, BAJALANG, DI TRAP-TRAP SAMAHU BETA SAMAHU ALE.

BATRAP-TRAP SAMAHU BETA, SAMAHU ALE BATRAP-TRAP.



Terjemahan Bahasa Indonesia

DI undak-undak samahuku, samahumu di undak-undak.

Dikenal, terkenal, di undak-undak samahuku samahumu.

Hidup, mati, di undak-undak samahuku samahmu.

Berdiri, duduk, di undak-undak samahuku samahumu.

Berlari, berjalan, di undak-undak samahuku samahumu.

Berundak-undak samahuku, samahumu berundak-undak.  [BB]


Sumber : MALUKU LEASE